Padangsidimpuan, 18 Juni 2025, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan kembali menorehkan langkah besar dalam sejarah pembinaan kemahasiswaan. Bertempat secara daring melalui Zoom, universitas ini menggelar Forum Group Discussion (FGD) Finalisasi Buku Strategi Pembinaan Organisasi Mahasiswa (SPOMA), sebuah inisiatif transformasional yang dirancang untuk memperkuat kelembagaan, karakter, dan kontribusi organisasi mahasiswa di tengah perubahan zaman.
Kegiatan ini bukan sekadar pertemuan teknis. Lebih dari dua jam sesi intensif melibatkan berbagai pihak pimpinan universitas, alumni, praktisi dunia usaha, tokoh pemuda, pihak perbankan, serta para pejabat Kementerian Agama dalam satu forum dialogis yang hangat dan substantif. Seluruh stakeholder berkumpul untuk menegaskan satu komitmen: menghadirkan SPOMA sebagai panduan hidup organisasi mahasiswa yang membumi, kontekstual, dan berkelanjutan.
Rektor UIN Syahada, Prof. Dr. H. Muhammad Darwis Dasopang, M.Ag, membuka kegiatan dengan penekanan bahwa SPOMA hadir untuk menjawab kebutuhan zaman. Menurutnya, pembinaan mahasiswa bukan hanya bersifat administratif, tetapi menyentuh pembentukan karakter kepemimpinan, spiritualitas, dan keterampilan hidup. “SPOMA adalah bagian dari misi besar membentuk generasi muda pemimpin umat dan bangsa,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Rektor III UIN Syahada menyoroti pentingnya menyisipkan narasi kesejarahan dalam SPOMA. Menurutnya, tanpa kesadaran sejarah, ruh organisasi bisa kehilangan arah. “Mahasiswa harus tahu bagaimana ormawa berkembang dari masa ke masa. Ini membangun identitas perjuangan,” ujarnya tegas.

Apresiasi besar juga datang dari Kasubdit Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan Direktorat PTKI Kemenag RI, Papay Supriatna, S.S., M.Pd. yang menilai SPOMA UIN Syahada telah mencerminkan integrasi antara pendekatan keagamaan dan manajemen organisasi modern. “Organisasi kemahasiswaan bukan hanya sekedar wadah kegiatan tetapi juga merupakan ruang dialektika untuk menampak karakter kepemimpinan, memperkuat semangat kebangsaan, serta melahirkan Agent of Change yang siap berkontribusi untuk masyarakat bangsa dan agama. Namun pembinaan organisasi kemahasiswaan hari ini itu tentu lebih menuntut pendekatan yang lebih adaptif kita tidak bisa lagi menggunakan pola lama untuk menghadapi tantangan generasi muda yang hidup di era digital globalisasi dan disrupsi.” terangnya dalam sambutan.


Ketua DEMA UIN Syahada, Sumber Rezeki, mengemukakan bahwa SPOMA bukan sekadar dokumen, tetapi komitmen kampus untuk melahirkan pemimpin muda yang visioner. “Kami ingin menjadi mahasiswa yang punya arah, bukan sekadar pengisi ruang organisasi,” katanya penuh semangat.
Masukan juga datang dari alumni yang kini sukses di dunia usaha. Riswan Efendi Hasibuan, salah satu pengusaha muda yang merupakan lulusan UIN Syahada, menekankan pentingnya pembinaan yang membentuk ketangguhan. “SPOMA harus memastikan mahasiswa tidak hanya siap akademik, tapi juga mental, kerja tim, dan tanggung jawab,” tegasnya.
Dalam konteks dunia kerja, Dwi Purwanto, praktisi HRD dan alumni kampus, menyarankan agar implementasi SPOMA dilanjutkan dengan pelatihan berkelanjutan, magang, dan sistem kontrol berkala. “Dokumen ini tidak boleh berhenti di launching. Harus ada tahapan-tahapan real yang diikuti,” jelasnya.
Yudi dari Bank Indonesia Sibolga menyuarakan pentingnya pembinaan literasi dan inovasi di kalangan mahasiswa. “Mahasiswa hari ini butuh gairah baru. SPOMA harus jadi pendorong untuk berpikir kreatif dan solutif, tidak hanya ikut-ikutan,” katanya.

Kepala Biro UIN Syahada, Ali Murni, S.Ag, M.A.P., selaku mentor proyek perubahan, menegaskan pentingnya kontinuitas. Menurutnya, SPOMA harus menjadi sistem, bukan proyek sesaat. “Buku ini harus hidup di lingkungan kampus. Diterapkan, dimonitor, dan direvisi secara reguler,” jelasnya.
Coach Neneng Maria kiptyah dari Posbangkom Kemenag RI menambahkan bahwa SPOMA harus menjadi milik bersama, bukan individu. “Ini bukan milik Pak Ratonggi, ini milik UIN Syahada. Dan milik umat. Kalau semua merasa memiliki, kita akan mampu menjaganya bersama,” katanya dengan antusias.
Dalam penyampaiannya penutup, Ratonggi Hasibuan selaku reformer proyek SPOMA, menyampaikan rasa haru dan terima kasih atas semua dukungan. “Apa yang kami lakukan tidak besar, tapi dengan dukungan Bapak/Ibu, kami menjadi percaya diri. Buku ini akan kami sempurnakan dalam sepekan ke depan,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa SPOMA dibagi ke dalam tiga bagian utama: penguatan kelembagaan, program pembinaan dan pengembangan, serta pembangunan jejaring eksternal. “Mahasiswa harus mendapat nilai tambah dari organisasi: etika, kolaborasi, dan jejaring. Itu yang membedakan mereka dari sekadar kuliah SKS,” tambahnya.
FGD ini juga menjadi ruang evaluasi terhadap seluruh muatan SPOMA. Para tokoh dari NU, MUI, BI Syariah, akademisi dari PTKIN se-Indonesia, hingga mahasiswa dan alumni, memberikan catatan untuk memperkuat substansi isi dan arah implementasi strategi ini ke depan.
Selain substansi isi, banyak peserta juga menyoroti pentingnya SPOMA dijadikan bahan sosialisasi dan pelatihan secara rutin. “Jangan hanya dibagikan bukunya, tapi harus dibumikan melalui workshop, coaching, hingga simulasi kegiatan,” ujar salah satu peserta dari unsur alumni.
Pertemuan ini juga memperlihatkan model kolaborasi kampus dengan dunia luar: pengusaha, bankir, tokoh pemuda, alumni, bahkan coach profesional. Semua menunjukkan bahwa SPOMA bukan pekerjaan satu unit, tapi kerja kolektif institusi.
Para peserta menyepakati bahwa SPOMA harus menjadi dokumen hidup, yang direvisi rutin setiap tahun mengikuti dinamika mahasiswa. “Jangan jadi kitab suci yang tak tersentuh. Harus fleksibel dan menjawab tantangan zaman,” ujar seorang peserta dari Sulawesi.
Menutup kegiatan, moderator menyampaikan harapan agar SPOMA bisa selesai, disahkan, dan diterapkan mulai tahun akademik 2025/2026. Semua pihak menyambut antusias, bahkan beberapa perguruan tinggi menyatakan ketertarikannya untuk mengadaptasi model SPOMA UIN Syahada.
Dengan semangat kolaboratif dan semangat intelektual, FGD finalisasi SPOMA ini tidak hanya memperlihatkan wajah kampus yang adaptif, tetapi juga mencerminkan harapan besar untuk melahirkan generasi mahasiswa yang siap menghadapi masa depan—sebagai pemimpin, inovator, dan penjaga nilai-nilai kebangsaan.